Menjelang penutupan tahun 2014,
banyak peristiwa yang bisa dikatakan sebagai tahun 'mimpi dan petualangan'.
Lebih tepatnya selama satu setengah tahun setelah kelulusan kuliah dari
beberapa tahun 2013, rangkaian pengalaman unpredictable menciptakan
aroma baru dengan bumbu yang energik.
Berawal dari pekerjaan tetap
pertama yang jauh dari background kuliah dengan lokasi yang lebih mandiri. Tak
jarang orang bertanya mengapa?, kok bisa?, gimana ceritanya?,tujuannya apa? Dan
bla bla bla. Mungkin pertanyaan tadi justru menjadi motivasi untuk semakin
fokus dalam mencapai tujuan yang aku harapkan. Dalam perjalanannya, meskipun
masih bnyk pertanyaan, aku pun masih bisa menikmati kondisi penyimpangan dari
background kuliah itu.
Merasakan hidup pada lokasi
yang lebih mandiri menciptakan suatu petualangan yang menggiurkan. Entah
mengapa pikiranku belum pernah seberani ini, sebelum aku memilih untuk hidup
mandiri. Aku memiliki obsesi untuk berkeliling nusantara. Ya aku ingin itu !
Sebelumnya, pikiran itu sempat terhalang dengan berbagai hal seperti finansial,
kawan seperjalanan, dan persetujuan orang tua serta banyak hal lain. So
far, halangan tadi bukan lagi untuk ditakuti tapi menjadikan sebuah
kesempatan dan gelora baru untuk mewujudkan sebuah impian.
Kesempatan itu ada pada bulan
pertama sebelum mulai bekerja. Dengan niat yang penuh aku sengaja ingin
memanjakan diri dulu dengan memilih Pulau Karimun Jawa sebagai pelampiasan
petualanganku. Pulau yang punya identitas keelokan Indonesia baik di
bawah laut ataupun di alam liarnya. Pulau ini eksotis ditambah lagi dengan
pengelolaan yang cukup baik oleh penduduknya sehingga tak jarang pengunjungnya
mendapat pengalaman hebat. Pengalaman baru ini justru meningkatkan adrenalinku
untuk mengeksplor Indonesia semakin lebih lagi. Jadi, tak ragu berjanji pada diri
sendiri untuk terus mengoleksi trip to nusantara, meskipun
rutinitas bekerja akan segera berlangsung.
Perjalanan rutinitas satu
setengah tahun ini diawali dengan menjejakan kaki di Jakarta sebagai tempatku
mendulang rejeki. Di sana, aku merasakan pengalaman menjadi bumbu dan
lingkungan telah memberikan banyak resep dalam menjalani proses kemandirian.
Proses kemandirian terutama ketika jauh dari orangtua. Rasanya ada sensasi
puncak stress dimana segala keputusan dari banyak pilihan harus ditempuh sendiri.
Di samping itu, mengenal sekaligus menangani berbagai karakter manusia dalam
sekali waktu menjadi suatu tantangan yang harus kuhadapi. Mungkin bisa
dibilang, pekerjaan ini cukup menguras energi. Faktor utamanya karena pekerjaan
ini memposisikanku pada tuntutan untuk harus belajar cepat dan harus bisa
menangani masalah dalam segala situasi. Namun, yang terpenting harus berada
dalam kondisi netral. Beruntungnya dari pekerjaan ini, aku benar-benar merasa
digodok dan digembleng oleh namanya pelajaran problem solving.
Selepas dari masa suka dan duka dari pekerjaan ini. I can enjoy it!
Satu tahun masa bekerja telah
berlalu, dalam artian liburan telah menanti dan cuti tahunan sudah dalam
genggaman. Seperti yang sudah kuikrarkan sebelumnya, kalau pengeksploran wisata
Indonesia akan terus berlanjut meskipun sudah berada dalam rutinitas bekerja.
Kini, lokasi tujuan yang menjadi tempat persinggahan untuk berlibur adalah kota
Lampung yang hanya memakan waktu sekitar 30 menit dari Jakarta menggunakan
pesawat. Sebuah pengalaman yang menarik dan menjadi kali pertama bisa keluar
dari wisata Jawa-Bali. Di sini aku mendapati kondisi kota yang masih alami
dengan udara yang segar. Suasana yang membawa ketenangan setelah melewati masa
satu tahun berkutat dalam kesibukan dari hiruk pikuk Jakarta.
Tak ingin melepaskan kesempatan
dari meliburkan diri itu, aku menyempatkan waktu melanjutkan jatah waktu cuti
ke kota Kembang yang sebelumnya tak sempat dieksplor lebih dalam. Perjalanan
bersama kawan baru juga menjadi hal yang menarik karena mereka adalah salah
satu aset untuk mengorek resep pengalaman hidup melalui sharing yang diberikan.
Sesi ini selalu menjadi bagian yang paling berkesan. Kesan dimana aku bisa
menerima berbagai karakter baru berikut dengan cerita masterpiece yang mereka
alami dalam proses kehidupan. Sungguh menjadi perjalanan yang berkesan karena
semua ini ditempuh dengan finansial pribadi (ditambah subsidi sukarela dari
tante dan kawan) di tengah posisi permulaan masa kerja di kota antah beratah.
Perjalanan singkat selama cuti
tadi menjadi suatu cuplikan penghiburan. Sebelum liburan ini berjalan, aku
sempat mengalami masa duka di dalam bulan yang seharusnya menjadi hari
bahagiaku. Masa-masa dimana keluargaku sempat mengalami masa kehilangan orang
terdekat yang selalu menjadi poros saat keluarga besar berkumpul.
Beliau 'Oma' sebagai sosok
karakter yang kuat dalam keluarga. Oma selalu merasa 'kaya' bukan secara materi
tetapi ketika memiliki banyak anggota keluarga serta memiliki rasa syukur
terhadap segala yang diperolehnya. Kehilangan Oma di dunia ini juga
mengingatkanku saat 'Opa' dipanggil oleh Sang Pencipta. Mereka meninggal di
bulan yang sama dimana berkaitan dengan hari ulang tahunku. Sebenarnya
peristiwa ini mungkin bukan menjadi hal yang aneh bagi orang lain, tetapi
menurutku ada suatu cerita di balik kondisi ini. Entah mengapa dalam peristiwa
ini, aku merasa keberadaan keluarga begitu sangat penting di hari bahagiaku.
Mungkin inilah hikmah dari kepergian kedua orang terdekatku. Sang Ilahi memilih
cara seperti ini untuk mendapat suatu kebahagiaan, dimana keluarga yang jauh
dari Indonesia bisa mengunjungi tanah air kembali.
Ketika bisa melewati masa
sulit, itu adalah kebahagiaan. Begitu pula, ketika bisa bangun di pagi,
menghirup udara segar, merasakan rasa kantuk masih melekat di mata, hingga
akhirnya bisa melihat matahari pagi. Itu adalah cara sederhana mencapai sebuah
kebahagiaan. Kebahagiaan hebat terjadi di saatku mencapai suatu nazar sekaligus
sebagai impian yang pernah terucap dalam doaku sebelum berangkat ke Jakarta.
Memang bukan suatu kebetulan, kecerahan matahari pagi saat itu hingga
mempertemukanku pada sebuah pameran travel fair.
Peristiwa ini tiba-tiba
menggugahku untuk teringat lagi pada nazar yang pernah kubuat. Kali ini
terkesan sedikit nekad di tengah kondisi finansial yang cukup 'seret'. Namun,
kata orang kesempatan emas tidak datang dua kali itu memang benar terjadi.
Benar saja, setelah itu muncul berbagai travel fair dalam kondisi dollar yang
terus melonjak. It's a blessed moment karena Mei 2015 nanti,
kedua orang tuaku pertama kalinya bisa berangkat ke Belanda untuk bertemu
dengan sanak saudara di sana. Melihat kedua orang tuaku bisa tersenyum, aku
merasakan ada rasa bangga mereka terhadap pencapaian anak-anaknya yang
diperbuat saat itu.
Setelah pencapaian itu
terealisasi, sejenak aku berpikir dan merenung, apakah selamanya aku harus
bertahan di Jakarta. Pertanyaan ini kupergumulkan dalam doa sekaligus
mengingatkan kembali tujuanku bekerja. Singkat cerita setelah melalui berbagai
pertimbangan yang kubawa dalam doa, akhirnya kuputuskan untuk hijrah kembali ke
Surabaya. Di dalam pergumulanku, terjadi beberapa tawaran pekerjaan. Aku
merasa, itu suatu pertanda akan suatu keputusan yang tepat apabila kembali ke
kota asal dan kembali berkumpul dengan keluarga.
Satu setengah tahun itu berlalu
secepat kilat seperti sebuah mimpi dimana aku bisa menghadapi berbagai
petualangan menantang itu. Sebelum petualangan ini berlangsung, aku
mengawalinya dengan berwisata alam. Kini sebelum mengakhiri masa-masa di
ibukota, aku juga memilih berwisata ke Pulau Harapan di Kepulauan Seribu.
Seperti nama pulau yang kusinggahi, kembali ke alam begitu menorehkan Harapan
baru hingga meninggalkan kesan yang harmonis.